Ini pertanyaan yang harus kita jawab.
Menanggapi berbagai tulisan mengenai Pak Sarkim dan Pihak SMU N 1 Pwt, maka ditampilkanlah rekaman-rekaman berikut tulisan ini. Keduanya pernah menjadi bagian dari kita bahkan mungkin masih hingga saat ini. Sehingga diadakanlah penelusuran langsung ke semua pihak agar kita tidak hanya melihat dari satu sisi. Dengan melihat dan mendengar langsung keterangan dari sumber-sumber terkait diharapkan dapat melengkapi informasi yang sudah ada sebelumnya dan dapat meluruskan kesalahpahaman (jika hal tersebut sampai terjadi). Adapun rekaman-rekaman dan tulisan-tulisan ini dimuat apa adanya, berdasarkan fakta yang sudah kami himpun selama 5 hari penuh dari tanggal 26 sampai dengan 30 Agustus 2007 tanpa maksud untuk berpihak pada siapapun. Dan hal-hal yang tergolong pendapat maupun ide akan kami beri keterangan agar tidak terdapat kerancuan antara informasi berupa fakta ataupun opini.
Diawali dengan ditunjuknya SMU N 1 Pwt sebagai RINTISAN SBI (Sekolah Bertaraf Internasional) 2 tahun yang lalu, melalui proses musyawarah dari pihak-pihak yang berkepentingan maka diputuskan bahwa perlu diadakan pembenahan, penataan, maupun pembangunan ruang dalam lingkungan gedung SMU N 1 Pwt. Hal ini lalu diprogramkan dalam APBS (Anggaran Pendapatan & Belanja Sekolah) tahun 2006/2007. Beberapa programnya dari sekian banyak program adalah perluasan perpustakaan sekolah dan rehabilitasi rumah penjaga sekolah beserta dapur sekolah.
Sebelum program-program tersebut dilaksanakan, diadakan sosialisasi program beserta hal-hal yang akan dilakukan beberapa bulan sebelumnya kepada pihak-pihak terkait.
Dengan adanya perluasan perpustakaan, maka rumah penjaga yang berada di samping perpustakaan dibongkar sekitar akhir tahun 2006, sehingga penghuni yang berada di rumah tersebut harus pindah. Beberapa bulan kemudian, sekitar Juni 2007 program rehabilitasi rumah penjaga dan dapur sekolah supaya menjadi lebih layak, serta pembangunan ruang di sebelah barat rumah penjaga di bagian belakang sekolah dilaksanakan, sehingga penjaga yang bertempat tinggal di tempat tersebut harus pindah.
Seperti yang kita ketahui bersama, penjaga yang bertempat tinggal di belakang sekolah adalah Pak Sarkim dan keluarga. Selama 27 tahun beliau menetap di tempat tersebut terkait tugas beliau sebagai penjaga sekolah. Pak Sarkim adalah karyawan tidak tetap dengan honor Rp.700.000,- per bulan. Untuk menambah penghasilannya Pak Sarkim pun berjualan di tempat yang sekaligus rumahnya. Usaha yang dikelola Bu Sarkim ini berjalan cukup baik, dengan fasilitas air dan listrik gratis dari sekolah. Walaupun demikian, sesuai ketetapan sekolah terkait usaha warungnya, setiap tahunnya Pak Sarkim diwajibkan menyetor Rp.750.000,- yang diberlakukan sama dengan usaha-usaha warung yang lain yang ada dalam sekolah.
Menurut penuturan Pak Sarkim, dari hasil berjualan tersebut, biasanya beliau memperoleh pemasukan sebesar Rp.80.000,- per hari. Sehingga beliau mampu menyekolahkan putra-purinya hingga ke bangku kuliah (Jum, D3, sudah lulus, sekarang ini sedang magang di RS Bersalin Bunda Arif, Pwt dan Seno yang masih kuliah di STTA Yogyakarta jurusan Teknik Mesin).
Juni, 2007, Pak Sarkim pindah rumah dari belakang SMU N 1 Pwt. Walaupun demikian, beliau tetap bekerja di SMU N 1 Pwt dan akan pensiun 5 tahun lagi. Awalnya beliau dan keluarga ingin berpindah ke rumah beliau yang beralamat di desa Kracak, Ajibarang, namun karena jarak yang cukup jauh, beliau dan keluarga akhirnya mengontrak rumah tidak jauh dari SMU N 1 (kompleks polisi).
Saat ini Pak Sarkim dan keluarga tetap menjalankan usaha dagangnya dengan berjualan nasi rames, minuman, dan jajanan di depan SMU N 1 Pwt di trotoar jalan. Menurut penuturan beliau, pemasukan yang diperoleh dari berjualan di trotoar tersebut biasanya sebesar Rp.40.000,- per hari. Karena adanya penurunan ini, masih menurut penuturan beliau, apabila beliau tidak sanggup lagi membiayai kuliah putranya, Seno, maka beliau bermaksud untuk menjual tanah beliau yang terletak tidak jauh dari Radio Paduka Jl. Karang Kobar, Pwt. Masih dari penuturan beliau, total besar biaya hidup Seno selama kuliah di Yogyakarta adalah Rp.800.000,- per bulan (termasuk di dalamnya uang kos, makan, dan keperluan kuliah).
Semenjak Pak Sarkim tidak lagi menjabat sebagai penjaga sekolah, posisi beliau digantikan oleh Bapak Suwarto yang akrab dipanggil Pak Warto. Selama rumah penjaga tersebut belum selesai direhabilitasi, untuk sementara Pak Warto tinggal sendirian di sebuah ruangan yang terletak di antara WC Pria dan gudang ekskul Pencinta Alam di bagian belakang sekolah. Menurut penuturan Pak Warto, beliau sudah bekerja di SMU N 1 Pwt dari tahun 1979 dan diangkat menjadi karyawan tetap pada tahun 1987 yang 5 tahun lagi juga akan pensiun. Beliau memiliki seorang istri dan 3 anak. Anak pertama, perempuan, sudah menikah, tidak bekerja, sempat kuliah di BSI selama 1 tahun, berdomisili di Purbalingga mengikuti suaminya. Yang kedua, laki-laki, sekarang bersekolah di SMU N 1 Pwt. Yang terakhir, perempuan, duduk di bangku SD.
Pak Warto beralamat di desa Pamijen, Baturaden (rumah beliau sebagian hasil pemberian orang tua dan saudara, sebagian lagi masih dicicil sampai 22 bulan ke depan). Biaya hidup beliau selama ini hanya mengandalkan gaji beliau sebagai karyawan SMU N 1 Pwt, yang setiap bulannya hanya tersisa sebesar Rp.400.000,- per bulan (setelah dipotong cicilan-cicilan) yang digunakan untuk membeli lauk pauk 4 orang anggota keluarga.
Beliau berharap dengan diberikannya kesempatan untuk menjadi penjaga sekolah, beliau dapat berjualan untuk memperoleh tambahan penghasilan dengan harapan dapat ditabung untuk menguliahkan putranya (di mana menurut seorang guru, putra beliau cukup pintar di sekolah) dan bekal setelah pensiun, karena beliau diberikan kesempatan untuk tinggal di rumah penjaga sekolah selama 5 tahun ke depan.
Menurut keterangan Kepala Sekolah dan Waka Humas SMU N 1 Pwt, bahwa akan diberlakukan rolling/penggantian penghuni rumah penjaga sekolah setiap jangka waktu tertentu agar terbuka kesempatan yang sama bagi setiap karyawan sekolah sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, misalnya dapat dipercaya.
Setelah mendengar, melihat, dan mencoba memahami apa yang terjadi berdasarkan keadaan yang sebenarnya, maka menurut pendapat kami, sudah selayaknya kita menjembatani keduanya. Dari penuturan guru kita, diketahui bahwa kehidupan karyawan di sekolah kita cukup memprihatinkan. Banyak yang kehidupannya masih jauh dari cukup. Ada yang demi memperoleh penghasilan tambahan mengayuh becak setelah tugasnya selesai. Ada pula yang berjualan pupuk kandang. Sehingga dengan tetap mendukung kelancaran pelaksanaan program sekolah, hendaknya kita mencoba mencari solusi yang terbaik untuk semuanya atas dasar kebersamaan. Sehingga timbullah ide berikut, yaitu Bagaimana jika kita membuat sebuah rekening dengan nama REKENING PEDULI SMUNSA PWT ?????
Dengan adanya rekening ini, diharapkan tidak hanya orang-orang tertentu yang kita bantu, tetapi semua pihak yang memerlukan dengan sasarannya adalah karyawan dan guru-guru kita yang pernah menjadi bagian maupun masih menjadi bagian dari kita. Dengan menyisihkan sebagian kecil dari rejeki kita, kita dapat membantu meringankan beban mereka. Dan tidak hanya orang-orang tertentu yang bisa membantu, tetapi terbuka untuk semuanya baik yang domisilinya jauh maupun dekat.
Tujuan adanya rekening ini bukan semata-mata memberi, tetapi kita aplikasikan dalam bentuk yang lebih nyata, misalkan bantuan berupa beasiswa bagi putra-putri guru maupun karyawan yang berada dalam posisi prioritas untuk dibantu dan memenuhi kriteri-kriteria tertentu. Selain itu sewaktu-waktu bisa digunakan dalam kondisi tertentu, misalnya sumbangan apabila ada yang sakit dan butuh biaya yang cukup besar.
Apabila hal ini dapat diapresiasi oleh seluruh pihak terkait seperti alumnus dan siswa dari berbagai angkatan, diharapkan cita-cita ini dapat terwujud dan pegelolaannya dapat dipikirkan secara serius, mulai dari pengurus hingga pelaksanaan tujuannya.
Dengan demikian diharapkan kita mampu mengubah istilah PAHLAWAN TANPA TANDA JASA menjadi pahlawan yang memperoleh balas jasa, walaupun dalam lingkup yang lebih sempit. Pahlawan ini bukan hanya guru, tetapi satu kesatuan yang bekerja bersama-sama dalam menciptakan suatu kondisi dan situasi yang memadai untuk tempat kita menimba ilmu, sehingga bukan hanya pemberi ilmu, tetapi juga pihak-pihak pendukung lainnya seperti karyawan sekolah.
BERIKAN PENDAPAT ANDA
Setuju/tidak dengan diadakannya Rekening Peduli Smunsa Pwt.
HADIRI
Sarasehan Alumnus SMU N 1 Pwt di Bangsal SMU N 1 Pwt, Minggu, 2 September 2007 Pk. 09.00 WIB dalam rangka Menjelang Ulang Tahun Emas 50 Tahun Smunsa Pwt 1 Agustus 2008
Tim Liputan :
- Rini NR, Monika NP, Riski K (2000)
- Awang M (2001)
- Hana (2003)
Ide untuk mencari fakta adalah hasil pembicaraan tanggal 26 Agustus 2007 yang dihadiri oleh :
- Yohanes ‘Joey”, Desi Janto, Elisa, Eka , Riski K, Monik, Rini, Diana K (2000)
- Awang M (2001)
- Hana (2003)
4 ummæli:
Menurut saya lebih baik fungsikan saja dana2 sumbangan orang tua, jadi seharusnya pihak sekolah dan sekaligus komite sekolah juga bertanggung jawab atas kelangsungan proses yang ada.
Old Volks
stuju. lagi pula menurut saia, sumbangan dari orang tua siswa sudah terlalu besar untuk cuma digunakan sebagai kegiatan siswa saja
Masa masuk SMU 1 skarang harus bayar minim 15 juta?? Dah gila apa ya? Klo ky gt mah ga bakalan bisa jadi skolah unggulan. Banyak orang pinter pgn sekolah disana, tapi terhambat oleh mslh ekonomi. Contohnya aja si X. Dia adalah siswa berprestasi dari sebuah SMP unggulan di Purwokerto. Dia menempati rangking 2 di sekolahnya, dan ingin melanjutkan sekolah ke SMU 1. Namun dia tidak diterima, karena tidak mampu membayar 15 jt rupiah. Orang pinter sekarang dah ga ditrima lagi di SMU 1. Tapi prioritas SMU skarang adalah orang yg berduit. Dah itu aja. Smoga smua alumni melihat dan berfikir.
mas/mba background musci di vidoe lenih keras dari suara bapak kepala sekolah yang sedang bicara. Mau memperdengarkan musik atau hasil wawancara dengan kepsek? kalau perlu di hapus saja music nya. matur nuwun
Skrifa ummæli